Rabu, 18 April 2012 | By: Ramdhan Wijaya Pamungkas

Sembilan Elemen Jurnalistik


Sembilan Elemen Jurnalistik Bill Kovach yaitu :

1.      Kewajiban utama jurnalisme pada pencarian kebenaran,
2.      Loyalitas utama jurnalisme kepada warga,
3.      Esensi jurnalisme disiplin verifikasi,
4.      Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputan,
5.      Jurnalis harus membuat dirinya menjadi pemantau independen dari kekuasaan,
6.      Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi,
7.      Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan,
8.      Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional,
9.      Jurnalis harus diperbolehkan mendengar hati nurani personalnya.
 
 Jurnalis Harus Diperbolehkan Mendengar Hati Nurani Personalnya”.

Setiap wartawan harus mendengarkan hati nuraninya sendiri. Dari ruang redaksi hingga ruang direksi, semua wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggungjawab sosial.
“Setiap individu reporter harus menetapkan kode etiknya sendiri, standarnya sendiri dan berdasarkan model itulah dia membangun karirnya,” kata wartawan televisi Bill Kurtis dari A&E Network.

Menjalankan prinsip itu tak mudah karena diperlukan suasana kerja yang nyaman, yang bebas, di mana setiap orang dirangsang untuk bersuara. “Bos, saya kira keputusan Anda keliru!” atau “Pak, ini kok kesannya rasialis” adalah dua contoh kalimat yang seyogyanya bisa muncul di ruang redaksi.
Menciptakan suasana ini tak mudah karena berdasarkan kebutuhannya, ruang redaksi bukanlah tempat di mana demokrasi dijalankan. Ruang redaksi bahkan punya kecenderungan menciptakan kediktatoran. Seseorang di puncak organisasi media memang harus bisa mengambil keputusan –menerbitkan atau tidak menerbitkan sebuah laporan, membiarkan atau mencabut sebuah kutipan yang panas—agar media bersangkutan bisa menepati deadline.
Membolehkan tiap individu wartawan menyuarakan hati nurani pada dasarnya membuat urusan manajemen jadi lebih kompleks. Tapi tugas setiap redaktur untuk memahami persoalan ini. Mereka memang mengambil keputusan final tapi mereka harus senantiasa membuka diri agar tiap orang yang hendak memberi kritik atau komentar bisa datang langsung pada mereka.
Wartawan yang independen adalah wartawan yang bisa exercise hati nuraninya tanpa tekanan dan tanpa iming-iming, termasuk tekanan atasan dan tekanan kehilangan pekerjaan. Jika seorang wartawan meyakini suatu kebenaran, tapi dia takut mengungkapkanya itu sama saja bohong. Seorang wartawan harus berani mengungkapkan suatu kebenaran, karena wartawan itu sendiri adalah independen. Setiap jurnalis juga harus memiliki rasa etik dan tanggung jawab. Mereka harus mau bertindak melawan arus jika memang diperlukan. Suara dan tulisan mereka wajib melantangkan nyanyian kebenaran.
Menurut Bob Woodward dari The Washington Post mengatakan, “Jurnalisme yang paling baik seringkali muncul ketika ia menentang manajemennya.” Seseorang di puncak organisasi media memang harus bisa mengambil keputusan untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan sebuah laporan, membiarkan atau mencabut sebuah kutipan yang panas agar media bersangkutan bisa menepati deadline.
Jurnalis juga manusia, punya rasa punya hati! Dalam menjalankan tugasnya seyogyanya jurnalis memiliki pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggung jawab sosial. Dia berhak memilih yang patut diberitakan dengan kategori tertentu dan mana yang tidak. Jika bahan berita yang didapatkan terkesan menyudutkan seseorang atau kelompok dan kurang berimbang, jurnalis bisa menunda publikasinya.
 Kebenaran kadang bersifat sangat ekslusif. Sangat sering wartawan dihadapkan pada keputusan yang harus ditimbang hati nurani melalui dialog dalam dirinya. Wartawan yang independen adalah yang bisa memunculkan hati nurani itu tanpa tekanan dan tanpa iming-iming, termasuk tekanan atasan dan tekanan kehilangan pekerjaan. Jika seorang wartawan meyakini suatu kebenaran, tapi dia takut mengungkapkannya karena takut dipecat, misalnya, berarti ia tidak independen.
Di ruang redaksi, jurnalis tumbuh dan berkembang sesuai irama manajemen. Atasan biasanya memberi tugas yang harus terselesaikan. Sejauh apakah jurnalis mampu menolak tugas itu? Hidup memang pilihan. Jika tugas dinilai tak begitu penting dan kurang rasional, maka ia bisa menolaknya. Dan sebaliknya, jika tugas itu memang penting dan berdampak luas pada masyarakat, maka ia harus mati-matian menyelesaikannya. Apapun taruhannya.
Ruang redaksi yang bagus dibangun atas prinsip kesetaraan dan keselarasan. Atasan dan bawahan harus bisa berkompromi tentang segalanya. Sebagai kelompok yang mengutamakan ruang publik, kepentingan masyarakat, independensi dan lain-lain, jajaran redaksi harus lebih dulu terbuka. Jika memang tak ada kompromi atau ruang yang nyaman untuk berkarya, pilihannya hanya satu: melawan atau keluar! Bagaimanapun juga hati nurani lebih mahal dari segalanya.

Daftar bacaan
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel, “Sembilan Elemen Jurnalistik.” Jakarta:Pantau
Resensi Sembilan Elemen Jurnalisme yang ditulis oleh Andreas Harsono
www.google.com

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis komentar yang sopan yaa dan yang sifatnya membangun..