Rabu, 18 April 2012 | By: Ramdhan Wijaya Pamungkas

Kebebasan Pers


Kebebasan Pers : Tantangan dari Luar dan Dalam


Tantangan dari dalam

Pers dianggap sebagai salah satu pilar demokrasi. Namun hal ini tidak akan terjadi bila tidak ada kemerdekaan pers. Kemedekaan pers masih harus memperhatikan undang-undang yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa pers tidak bisa steril terhadap berbagai kepentingan.
Maka yang penting di dalam tugas seorang wartawan adalah melakukan reportase investigasi. Bukan jurnalisme konspirasi atau bahkan berita yang bersifat provokasi. Karena itu setiap jurnalis perlu membekali diri dengan kemampuan jurnalistik :
  1. selalu berpedoman pada kode etik jurnalistik yang bersinggungan dengan masalah etika, moral dan budaya. Mampu merahasiakan nara sumber, menerapkan check and balance, dan cover both side.
  2. menguasai teknologi pengiriman berita dan gambar, berkaitan dengan peristiwa yang selalu berkembang secara cepat
  3. pers semestinya mengabdi kepada pembaca, karena itu dalam pemberitaannya sebagian besar harus mengcover kepentingan pembacanya, bukan kepada penguasa.
  4. pers harus senantiasa memperjuangkan hak kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat korektif seperti yang tertera pada pasal 1 UU Pers No. 40 tahun 1999 tentang pers.


ke Profesionalan insan pers, bukan hanya ditandai kemampuan wartawan dalam menyajikan laporan investigative report – laporan investigasi, namun juga kemampuan mereka menilai kemanfaatan investigasi report yang dilakukan. Tidak hanya menyajikan fakta secara gamblang namun juga mengupas akar masalah dan jalan keluarnya. Meskipun melakukan investigative report,namun bila hanya bersifat sensasi maka hal ini tidak memiliki kemanfaatan yang baik bagi pembaca.
Melaporkan adanya peluang atau potensi suatu daerah yang inspiratif bagi penanaman modal atau jalan keluar dari suatu masalah sesunguhnya lebih manfaat daripada pemberitaan tentang kriminal kecil seperti pencurian di kampung atau tindakan anarkis masyarakat.

Di sini akhirnya terjadi pertentangan antara idealisme dan bisnis. Sejarah pers membuktikan bahwa pers yang dapat tumbuh dan berkembang adalah pers yang dapat memadukan aspek idealisme dan bisnis. Pers yang hanya mementingkan idealisme politik yang sempit tanpa memperhatikan aspek bisnis  tentu akan bangkrut. Aspek bisnis tentu saja meliputi penampilan, pemasaran, dan manajemen.

Tantangan dari luar
Salah satu fungsi yang dituntut kepada pers adalah fungsi watch dog. Anjing penjaga. Yang mampu berperan sebagai kontrol terhadap penguasa dan membela kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan.  Apalagi saat ini terjadi krisis kepercayaan yang besar. Kasus cicak dan buaya, mengakibatkan kasus berkepanjangan dan masyarakt mengalami krisis kepercayaan terhadap lembaga kepolisian, kejaksaan bahkan kepada presiden. Ada suatu kewajiban untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada negara agar tidak terjadi kekacauan yang besar di tengah masyarakat. Ada beberapa cara :
  1. pers harus memnghindarkan diri dari berbagai kepentingan kekuasaan. Kebijakan redaktur  atau pemred harus lebih berkuasa daripada kebijakan politik yang dikomando oleh penguasa dan pemilik modal. Pers yang hanya memaki-maki dan tidak pernah mencari solusi pemberitaan secara proporsional akan ditinggalkan oleh pembaca.
  2. jurnalis harus mampu menerapkan etika jurnalistik yang kuat seperti pada prinsip penulisan yang check n recheck, balance dan cover both side. Wartawan yang profesional tidak akan takut kepada siapapun asal mampu melaksanakan etika jurnalistik tersebut. Dengan demkiian seorang jurnalis harus memiliki wawasan antropologis dan kemampuan riset yang baik. Kemampuan melakukan penelitian ethnometodologis akan sangat berguna dalam penulisan berita2 yagn sifatnya harus memburu data di tengah masyarakat.
  3. jurnalis harus mampu melihat relitas sosial, mengumpulkan data dan menyajikannya kepada masyarakat tanpa mengurangi dan menambahi faktanya.  Dengan begitu wartawan adalah menyajikan fakta , bukan opini. Namun banyak ditemui berbagai penyajian berita yang campur aduk antara fakta dan opini. Yang tentu akan membingungkan para pembaca. Terutama wartawan yang malas memburu berita dan malas melakukan investigasi. Sehingga banyak ditemui berita yang “konon kabarnya” menurut sumber yang dapat dipercaya dsb., sehingga menurut Parakitri T Simbolon. --banyak berita tanpa peristiwa, berita tanpa logika.
  4. karena itu kehadiran litbang pemberitaan mutlak diperlukan. Sehingga diperlukan ahli-ahli riset yang handal untuk melakukan berbagai penelitian, termasuk pooling dalam masyarakat mengenai kebijakan tertentu yang diluncurkan pemerintah. Dengan riset-riset yang dilakukan maka dapat mendalami suatu peristiwa dengan tuntas bahkan melakukan prediksi dan menyarankan agenda-agenda solusi di masa depan. Dengan demikian, suatu lembaga pers yang profesional akan lebih populer dibandingkan dengan BPS, badan litbang dan sumber-sumber data milik pemerintah.
 Perubahan sosial tak lepas dari pastisipasi pers. Banyak kejadian yang berlangsung saat ini tentu berkat pemberitaan dan kontribusi koran. Koran memang kebanyakan memiliki semboyan yang berisi keberpihakan pada masyarakat. Jika ini benar, maka fungsi kontrol yang dijalankan tentu akan memiliki efektivitas yang besar. Pada pers Amerika yang independen misalnya, investigasi yang dihasilkan bisa membuat seorang presiden mundur dari jabatannya. Contohnya adalah kasus Watergate yang diungkap oleh The Washington Post, membuat Richard Nixon turun di tahun 1974. atau tengok saja skandal Clinton dan Lewinsky. 
Di Indonesia  pers belum sekuat itu. Data, informasi atau bahkan jajak pendapat yang dilakukan oleh koran seringkali belum bisa dianggap data tanpa pengesahan penguasa. Beberapa kasus besar juga seringkali hanya berhenti di pemberitaan media tanpa ada tindak lanjut. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut.
  1. wartawan sudah terikat Kode Etik Jurnalistik yang tidak akan menyiarkan tulisan yang dapat membahayakan keselamatan dan kemanan negara. Isu korupsi yang dilakukan aparat tentu saja akan mengurangi kredibilitas yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan dan saling curiga. Walaupun Undang-undang No. 21 tahun 1982 yang menyatakan bahwa pers mempunya hak kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat korektif.
  2. pembredelan. Isitilah halusnya adalah pencabutan Siupp. Hal ini merupakan momok yang amat ditakuti oelh industri pers. Beberapa ribu orang bsia menjadi pengangguran. Pencabutan dilakukan oleh Menpen atas persetujuan Dewan Pers.

Masalahnya adalah profesi wartawan tidak seperti profesi lainnya. Tidak semata-mata mencari uang atau materi, namun juga menjalankan suatu misi. Dengan demikian paduan antara kreativitas dan idealismenya seringkali membawanya pada suatu penelusuran berita yang bisa membawa resiko yang cukup riskan.

Tugas wartawan bukan semata-mata menciptakan perubahan, namun bagaimana mendidik masyarakat manakala perubahan itu terjadi. Sebagai media informasi, pers yang sehat seharusnya mampu menyajikan informasi secara objektif dan proporsional. Atang Ruswita (1996) menyarankan agar wartawan mampu menyajikan informasi yang :
  1. jelas, logis, lengkap, mencakup semua aspek permasalahan
  2. menggugah rasio, bukan yang hanya merangsang emosi
  3. bisa dipakai sebagai alat untuk menempatkan diri di tengah kehidupan dan sebagai alat untuk menjalankan peranannya
  4. memberi gambaran multidimensi berlatar belakang masa lalu, masa kinid an masa depan
  5. bisa digunakan pembaca untuk memahami perubahan sosial dan lingkungan
  6. bisa dipakai mengatasi kecemasan, ketidaktahuan, harapan dan hasrat
  7. bisa dipakai sebagai sebagai alat mengkonfirmasikan sikap dan pendapat sendiri
  8. memberi petunjuuk bagiamana melakukan pekerjaan atau mengatasi masalah pelik yangdihadapi
  9. bisa dipakai alat ekspresi diri
  10. membantu mengangkat prestise
  11. membantu individu mengatasi keraguan atas sikap yang diambilnya.

Untuk menerapkan hal tersebut di atas dalam praktek jurnalisme diperlukan upaya pelatihan dan pendidikan. Menurut Joseph Pulitzer “hanya si pandirlah yang mempunyai anggapan, wartawan dilahirkan bukan untuk di didik”

 By P Imam Pj

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis komentar yang sopan yaa dan yang sifatnya membangun..