Rabu, 18 April 2012 | By: Ramdhan Wijaya Pamungkas

Media Massa


       I.         Memahami Muatan Ragam Media Massa
Pengertian media massa
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi. Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi (Rakhmat, 2001).
Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan, dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis media massa yaitu media yang berorentasi pada aspek (1) penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak, (2) pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan (3) pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat ferbal visual vokal (Liliweri, 2001). Effendy (2000), media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunkan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan prilaku komunikasi. 
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin, 2007). 
Media massa memberikan informasi tentang perubahan, bagaimana hal itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang akan dicapai. Fungsi utama media massa adalah untuk memberikan informasi pada kepentingan yang menyebarluas dan mengiklankan produk. Ciri khas dari media massa yaitu tidak ditujukan pada kontak perseorangan, mudah didapatkan, isi merupakan hal umum dan merupakan komunikasi satu arah. Peran utama yang diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah sebagai pengetahuan pertama. Media massa merupakan jenis sumber informasi yang disenangi oleh petani pada tahap kesadaran dan minat dalam proses adopsi inovasi (Fauziahardiyani, 2009).
Fungsi Media Komunikasi
Fungsi dan peranan media massa yang pernah disebut dalam masyarakat kita cukup beraneka ragam, mencerminkan harapan dan keinginan politis yang berubah dari zaman ke zaman terhadap komunikasi massa, umpamanya radio sebagai alat perjuangan atau alat revolusi, media pembangunan, pers Pancasila, dsb. Namun dari segi kajian komunikasi maka fungsi media massa (tidak terkecuali media radio) pada intinya tidak banyak berubah semenjak dahulu. Fungsi pokok ini meliputi pengamatan atau pengawasan lingkungan, korelasi dari berbagai bagian masyarakat guna menciptakan konsensus, sosialisasi atau pewarisan budaya dan fungsi hiburan.

Fungsi fungsi ini tidak selalu dapat dijalankan sekaligus. Salah satu diantaranya mungkin mendapat prioritas utama oleh suatu media pada suatu ketika, sehingga mengabaikan fungsi lainnya. Bila fungsi hiburan yang diutamakan, misalnya, maka komunikasi yang memenuhi fungsi pengamatan tidak akan mungkin dijalankan dengan efektif. Efektivitas media dalam mengkomu nikasikan suatu substansi ikut ditentukan oleh fungsi yang diutamakan media yang bersangkutan.
Media ini dapat didengarkan kapan saja, di mana saja, sehingga dapat memberi tahukan perubahan keadaan terakhir secara cepat. Makin tidak menentu keadaan, makin tinggi rasa ketidakpastian, makin ramai isu, makin cepat perkembangan, makin lengket pula pendengar dengan radionya seperti yang terjadi pada waktu maraknya demo dan kerusuhan, ketika menghadapi datangnya bahaya bencana alam, atau saat ramainya isu tentang gejolak mata uang dan likuidasi bank. Masyarakat ingin mendapat informasi untuk mengambil langkah guna mengamankan diri, keluarga, harta dan hal hal yang dianggapnya penting. Dalam keadaan yang lebih tenang, fungsi ini (disebut juga fungsi informasi) tetap diperlukan khalayak, yang ingin mengetahui datangnya berbagai peluang dan kesempatan baru di samping potensi ancaman, gangguan atau berkurang nya kenyamanan yang dapat muncul sewaktu waktu.
Fungsi kedua, pengembangan konsensus melalui media massa, biasanya mengemuka pada waktu timbulnya perkembangan ke arah perubahan. Setelah mendapat informasi tentang perkembangan baru yang dianggap penting, masyarakat membicarakannya dari berbagai segi serta menelaah implikasinya bagi mereka. Secara formal khalayak bertukar pikiran melalui media atau tanpa media namun dirangsang oleh media dan mencoba mencari kesepakatan : apa perlu reaksi bersama, dan kalau demikian apa yang harus dilakukan. Kesepakatan ini tidak hanya tentang soal yang serius seperti masalah politik, tetapi dapat juga yang sepele. Seribu satu hal, termasuk nilai sosial budaya tentang apa yang baik dan buruk, gaya hidup baru, fesyen, penyakit, cuaca, dsb., disepakati melalui wacana media radio. Radio berfungsi sebagai media pembentuk konsensus, misalnya dengan melaporkan trend yang menarik ditiru atau makin luas diterapkan, berulang ulang memainkan lagu baru yang paling populer (Top Ten) pada suatu waktu, menyiarkan rangkaian diskursus yang menuju kepada kesamaan pendapat, dsb. Atau sebaliknya, media massa dapat juga memainkan peranan secara disfungsional, misalnya dengan mengabaikan pendapat yang berbeda yang datang dari orang lain, dan dengan cara begitu melakukan manipulasi untuk menimbulkan persepsi mengenai tercapainya kesepakatan bersama.
Terkait erat dengan konsensus adalah sosialisasi. Secara ringkas, sosialisasi adalah fungsi pendidikan dalam arti kata yang luas. Media massa meneruskan apa yang telah disepakati, baik yang baru maupun yang lama. Kesepakatan lama yang telah menjadi warisan budaya termasuk pengalaman bangsa, nilai nilai tradisional, adat istiadat, dsb, dimuat media untuk memper lengkapi pengetahuan generasi muda dan mengingatkan generasi tua. Yang baru disosialisasikan untuk mengukuhkan dan mengajarkan konsensus yang baru diputuskan.
Kita tentu masih ingat bahwa pada masa permulaan dari setiap media massa, sosialisasi adalah fungsi yang paling penting. Program radio tahun 1950 an, umpamanya, sarat dengan muatan pendidikan bahkan banyak acara siaran yang praktis tidak ubahnya dengan pelajaran seperti di sekolah. Keadaan sudah berbeda. Fungsi pendidikan kini makin berkurang dilaksanakan, digantikan oleh fungsi keempat, yaitu hiburan.
Trend ke depan akan lebih meningkatkan fungsi hiburan. Begitu rupa pentingnya hiburan dewasa ini, sehingga pendidikan dan informasi melalui media massa terutama radio dan teve makin cenderung digabungkan (konvergen) dengan hiburan, berkembang ke arah bentuk komunikasi baru infotainment dan edutainment. Komunikasi bunglon ini memudahkan penerimaan pesan tetapi sebaliknya dapat mengurangi efektivitas komunikasi khalayak penerima mungkin lebih menyerap muatan hiburannya ketimbang muatan informasi yang dikomunikasikan.Masing masing fungsi dapat menjadi kendala atau dikendalai oleh pelaksanaan fungsi yang lain. Dengan kata lain, efektivitas sesuatu fungsi komunikasi dapat dipengaruhi atau berkurang oleh fungsi lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi media massa
Merujuk pada pemikiran Shoemaker dan Reese (1996) dengan teori donut-nya, ada lima level (tingkatan) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi isi media, yaitu:
Pada tingkat individu dari pekerja media, karakteristik individu (seperti jender, etnis, dan orientasi seksual) dan latar belakang dan pengalaman pribadinya (seperti pendidikan, agama dan status sosial ekonomi orang tua) tidak hanya membentuk sikap, nilai dan kepercayaan pribadi individu, namun mengarahkan latar belakang dan pengalaman profesionalnya. Pengalaman profesional ini akan membentuk peranan dan etika profesionalnya. Peran etika profesional ini memiliki efek langsung terhadap isi media massa, sedangkan sikap, nilai dan kepercayaan pribadi mempunyai efek tidak langsung, karena bergantung kepada kedudukan individu sendiri dalam organisasi media yang dapat memungkinkannya untuk mengesampingkan nilai profesional dan/atau rutinitas organisasi.
Pada tingkat runitas media, kebutuhan media akan pasokan bahan baku yang akan diproduksi menjadi teks media melahirkan tugas organisasi media untuk mengantarkan produk yang paling layak kepada konsumen—dalam keterbatasan waktu dan ruang—dalam kerja yang paling efisien. Runitas media dimaksudkan untuk dapat mengatasi masalah produk apa yang dapat diterima oleh audiens, apakah organisasi media mampu memprosesnya dan bahan mentah apa yang tersedia dari supplier.
Wujud dari rutinitas media adalah adanya news value (untuk menyeleksi content dari sisi kemenarikannya), the routine of objectivity (berupa seperangkat prosedur di mana pekerja media dapat melindungi diri dari serangan dan kritik) dan audience routine (gaya penyajian berita yang menganut struktur bercerita/story structure).
Pada tingkat organisasi media, yang menjadi fokus adalah tujuan organisasi media, yaitu tujuan ekonominya, mencari keuntungan. Tujuan lainnya seperti memproduksi content yang berkualitas, melayani publik dan mendapatkan pengakuan profesional dibangun mengikuti tujuan mencari keuntungan.
Pada tingkat ekstramedia, faktor-faktor yang mempengaruhi content media antara lain sumber-sumber informasi yang dijadikan isi media (seperti kelompok kepentingan dalam masyarakat), sumber-sumber pendapatan media (seperti pengiklan dan khalayak) serta institusi sosial lainnya (seperti pemerintah).
Pada tingkat ideologi, yang ingin diamati adalah bagaimana media berfungsi sebagai kepanjangan kepentingan kekuatan dominan dalam masyarakat, bagaimana rutinitas media, nilai-nilai dan struktur organisasi dikombinasikan untuk mempertahankan sistem kontrol dan reproduksi dari ideologi dominan tersebut
Independensi Media Dalam Pemberitaan
Isi dari media massa dipengaruhi oleh sosialisasi dan sikap pekerja media: cara di mana isi media yang dipilih atau ditolak dan juga proses bervariasi dari media ke media tetapi pada tingkat operasional itu lebih atau kurang keputusan individu untuk Johnson Bros keputusan penerimaan atau penolakan terhadap item dan cara di mana isi disajikan tergantung pada, sikap pelatihan, bias opini, dll dari orang media yang terlibat dalam proses.
Disadari atau tidak, sebagian besar masyarakat di Indonesia masih menjadikan media sebagai salah satu jembatan informasi tentang berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat, baik yang sedang menjadi perhatian maupun yang luput dari perhatian mereka. Kenyataan menunjukkan, keterlibatan media dalam membentuk suatu opini publik adalah sebuah kekuatan tersendiri yang dimilikinya dan itu sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan di masyarakat. Namun, seiring dengan kebebasan pers yang didengungkan dalam reformasi 1998 silam membuat sebagian media kebablasan menyikapi euforia kebebasan tersebut. Independensi dan kode etik kadang telah tertutupi oleh orientasi bisnis dan keuntungan, sehingga saat ini ¨dapur¨ media telah dimasuki pengaruh kekuasaan, finansial dan kepentingan politik.
Media sangat memberi andil dan peran penting dalam memberikan informasi terhadap masyarakat, kecenderungan ini kadang membuat media dalam menyajikan informasinya bisa saja membuka peluang dramatisasi, manipulasi, spekulasi ataupun juga menyingkap kebenaran sesuai fakta sesungguhnya. Olehnya, segelintir masyarakat berusaha memanfaatkan media untuk suatu tujuan sesuai kepentingannya, hingga kemudian media menjadi sangat sulit memisahkan antara independensi dan keuntungan bisnis, dan terkadang dua kepentingan tersebut membuat media terperosok ke dalam penyajian informasi yang tidak berimbang dan cenderung berpihak pada golongan tertentu. Dalam pengertiannya, independensi diartikan sebagai kemandirian, dalam artian melepaskan diri dari berbagai kepentingan, mengungkapkan fakta dengan sesungguhnya dan tidak ada bentuk intervensi dari pihak tertentu dalam penyajian informasi. Sehingga dalam membangun suatu independensi, media harus menyadari bahwa loyalitas utama adalah kepada masyarakat, dan intisari jurnalisme adalah verifikasi data yang akurat, menghindari terjadi benturan kepentingan yang berpotensi kepada pembohongan publik. Olehnya sangat diharapkan agar seorang wartawan dalam menjalankan profesinya haruslah dibarengi sikap kejujuran dalam komitmen, informasi haruslah tersaji dalam konteks kebenaran, mengetahui urutan sumber berita, transparansi dalam informasi, dan verifikasi berita secara aktual sebelum menyajikannya ke masyarakat. Bila hal tersebut dapat diwujudkan maka media telah melakukan independensi dalam penyampaian informasi.Saat ini, ancaman independensi media sangat beragam, yang menjadi ancaman serius antara lain:
• Kekuasaan tidak sepenuhnya dapat di kontrol oleh media sehingga seringkali
berbagai kasus penyimpangan yang terjadi hanya dapat diketahui bila ada di antara
mereka (dalam lingkup kekuasaan) yang membeberkan kepada media.
• Adanya konglomerasi atau kepemilikan media yang bersentuhan dengan penguasa,
sehingga informasi yang disajikan hanya berdampak pada keuntungan pihak media dan
yang bersentuhan langsung dengannya.
• Kewenangan redaksi dalam mempublikasikan berita yang diperoleh dari wartawan
kadang menimbulkan munculnya intervensi kepada pihak redaksi oleh orang-orang
tertentu yang menganggap pemberitaan tersebut menyudutkan diri atau lingkup
sosialnya.
• Masih maraknya tindak kekerasan dan pengerahan massa oleh kelompok tertentu,
sehingga kalangan wartawan masih khawatir akan keselamatan dirinya dalam peliputan.
• Terjalinnya hubungan emosional antara wartawan dengan sumber berita, baik hubungan
pertemanan, kekeluargaan, suku, maupun profesi sehingga bila ada pemberitaan yang
menyudutkan sumber tersebut berusaha untuk segera di tutup tutupi.
• Masih maraknya budaya amplop dan telepon, utamanya bagi golongan masyarakat yang
mapan dari segi finansial, sehingga mampu mengunci akses pemberitaan.
• Upah wartawan yang tidak sebanding dengan resiko pekerjaan, hingga kadang
narasumber melakukan penyuapan kepada mereka.
• Adanya wartawan yang kurang profesional, baik dari segi penyajian berita ataupun
pengolahan kata, sehingga masyarakat tidak memahami alur informasi yang diberikan
dan bisa menimbulkan adanya kesalahan persepsi dan penafsiran.
• Masih ditemukannya oknum wartawan yang menganggap profesi wartawan sebagai ladang
mencari nafkah, sehingga kadang dalam peliputan berita sering
melakukan “penjualan” berita kepada narasumber.
• Adanya sikap masa bodoh wartawan tentang kebenaran dan sumber berita (pokoknya
yang penting ada berita) menyebabkan seringnya muncul sistem copy-paste berita
oleh sesama wartawan.
Bertolak dari hal tersebut, seyogyanya dalam membangun suatu idealisme dan independensi jurnalistik, media dituntut untuk menyajikan suatu informasi yang berimbang, tidak memihak apalagi memicu keresahan di masyarakat, tidak mengakomodasi suara-suara yang berbau kekerasan, pesimistis, menghujat, dan mencela golongan tertentu.
Menyajikan informasi sesuai fakta sesungguhnya dan dapat dipertanggungjawabkan tanpa melihat latar belakang sumber berita. Manajemen media haruslah memisahkan antara redaksi pemberitaan dan unsur bisnis, sehingga menghindari adanya intervensi pemberitaan karena faktor bisnis dan tidak kalah pentingnya adalah media harus pula memperhatikan kesejahteraan wartawan, sehingga idealisme mereka tidak di kotori oleh kepentingan tertentu. Jika ini telah di lakukan, maka kekuatan media dapat menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat disegani oleh semua pihak, dan masyarakat akan semakin menaruh kepercayaan penuh pada keberadaan sajian informasi media.

Ragam fakta dan ragam pemberitaan dalam media massa
Dalam kenyataan dan perkembangannya, pembaca tidak puas hanya membaca berita. Oleh karenanya surat kabar juga menyajikan karya jurnalistik nonberita, seperti artikel, kolom, tajuk rencana, foto. Bahkan ada surat kabar yang juga menyajikan karya nonjurnalistik, seperti cerita pendek, puisi, dan cerita bergambar. Mengingat beragamnya selera dan kadar apresiasi pembaca, kehadiran sajian-sajian penunjang semacam itu terasa perlu dan penting. Oleh karena itu seberapa jauh penyajiannya, selalu menjadi bahan pertimbangan para pimpinan media massa pers, dalam upayanya mempertahankan keterikatan dan kesetiaan pembaca terhadap media massa yang dipimpinnya. Iklan, yang semula berperan sebagai unsur penunjang, kehadirannya kini telah menjadi unsur penentu bagi sehat-tidaknya kehidupan surat kabar dan media massa umumnya.
Mengupayakan terwujudnya kehidupan media massa pers yang sehat, tidak cukup hanya mengandalkan faktor keterampilan wartawan; juga bukan hanya ditentukan faktor apiknya manajemen penerbit dan faktor canggihnya teknologi grafika/cetak. Akan tetapi, sehat-tidaknya kehidupan media massa pers, juga ditentukan faktor pendapatannya dari sektor iklan. Selaras dengan perkembangan kegiatan dan kehidupan manusia yang makin mendunia di semua lini, iklan diterima pembaca, pendengar atau pemirsa, bukan hanya sebagai sarana promosi, tetapi juga sebagai sumber informasi; bahkan juga ditempatkan sebagai sarana pendidikan dan hiburan.
Sementara itu berita sebagai bentuk karya jurnalistik surat kabar, juga telah bervariasi jenis dan ragamnya. Hal itu mengingat, pembaca tidak puas hanya membaca berita yang menyajikan fakta-fakta primer. Mereka juga ingin membaca berita yang mengungkapkan fakta-fakta sekunder, dan yang diperkaya fakta-fakta tersier. Materi karya jurnalistik tidak cukup faktual, ada faktanya, tetapi fakta itu juga harus hangat, bukan fakta yang basi. Bahkan lebih dari itu tuntutan pembaca, fakta itu tidak cukup hanya hangat. Materi karya jurnalistik juga harus mampu memberikan nilai tambah buat mereka. Itu berarti, sebuah karya jurnalistik, bukan hanya dituntut menyajikan informasi, tetapi juga mampu berperan sebagai sumber inspirasi, dan memacu daya kreasi pembaca, pendengar, dan pemirsa media massa. Wartawan dan penulis di media massa pers harus mampu menyelaraskan dirinya dengan tuntutan dan kebutuhan manusia di segala bidang kegiatan dan kehidupan. Tuntutan dan kebutuhan itu ditandai fenomena bahwa informasi diakui dan ditempatkan sebagai salah satu sumber daya, sebagaimana sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya finansial. Sebagaimana sumber daya lainnya, sumber daya informasi juga berfungsi dan berperan sebagai alas berpijak dan sarana manusia untuk meningkatkan kualitas diri dan kemajuan dalam kiprah kehidupan dan kegiatannya, sesuai dengan pekerjaan dan profesinya.
Fakta primer adalah fakta di permukaan yang segera dapat disentuh pancaindera dan segera disadari adanya. Fakta sekunder adalah fakta yang bersembunyi, digali dan tergali di balik fakta primer; baru disadari sebagai fakta berkat kejelian, kreativitas dan sense of news wartawan. Fakta tersier adalah fakta lama, mungkin terjadi belasan atau puluhan tahun yang lalu, tetapi tetap menarik diungkapkan kembali sekarang, karena faktanya memiliki keterkaitan erat dengan permasalahan atau isu hangat yang sedang berkembang sekarang. Fakta lama yang dihangatkan kembali ini dapat menjadi pelengkap wartawan dalam upayanya memperkaya materi karya jurnalistiknya.
Ragam Berita Pekerjaan jurnalistik pada dasarnya merupakan proses atau teknik mengelola fakta, mulai dari tahap mencari, menggali, dan mendapatkannya, kemudian menyaring, mengolah, dan menyusunnya, sampai pada tahap mengarahkan opini dan memublikasikannya lewat media massa. Unsur utama karya jurnalistik adalah fakta, publikasi, dan media massa.
Pengertian mendasar tentang jurnalistik ini melahirkan banyak definisi tentang berita. Bagaimana pengelola media massa memberi makna pada berita, tergantung persepsi mereka yang biasanya persepsi itu terumuskan dalam kebijakan redaksionalnya.
Secara umum dapat dikatakan, berita adalah fakta yang dilaporkan atau dipublikasikan lewat media massa. Namun, dalam kenyataannya tidak semua fakta dianggap penting, dianggap menarik, atau dianggap patut, oleh wartawan untuk dilaporkan atau dipublikasikan lewat media massa.
Bukan mustahil ada pengelola media massa yang bersedia memublikasikan fakta apa saja asalkan untuk itu tersedia "beaya produksi"-nya. Ada pula pengelola media massa yang bukan hanya memublikasikan fakta sekadar fakta. Akan tetapi, fakta yang dipublikasikan itu diutamakan fakta yang menjadi bagian atau yang terkait erat dengan permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat pembaca, pendengar, dan pemirsanya.
Jelas, bahwa persepsi yang terefleksi dalam kebijakaan redaksional suatu media massa akan menentukan corak dan ciri pemberitaan di media massa yang bersangkutan.
Fakta boleh berupa masalah, kejadian, boleh juga berupa pernyataan atau kutipan pendapat orang dan kutipan dari sumber referensi, serta opini yang berkembang di masyarakat. Pendapat yang berkembang di masyarakat dapat dikategorikan opini apabila mengandung unsur sesuatu yang baru, bersifat kontroversial, dan diyakini benar-benar pendapat itu didukung sebagian besar publik, bukan ”karangan wartawan”.
Berita yang materinya mengutamakan fakta primer, disebut Berita Langsung (hard news atau straight news). Berita tentang suatu kejadian, misalnya, yang faktanya dapat segera disentuh atau ditangkap pancaindera – yang terlihat, terdengar, terbau, teraba, dan terkecap - tergolong ragam Berita Langsung.
Dalam perkembangannya, pembaca media massa pers tidak selalu puas membaca Berita Langsung yang isinya hanya lapisan permukaan dari suatu kejadian. Mereka juga ingin membaca Berita Langsung yang menyajikan fakta primer yang bersifat menjelaskan (explanatory), hasil tafsiran (interpretative), hasil pemeriksaan atau pengusutan (investigative), dan secara mendalam (in-depth). Namun, wartawan tidak perlu memanjang-manjangkan sajian suatu fakta jika sebenarnya fakta itu cukup disajikan secara singkat. Oleh karena itu ada media massa yang juga menyajikan berita singkat (brief news) dan berita foto. Fakta yang bersifat menjelaskan menuntut fakta tambahan. Fakta tambahan dapat berupa hasil wawancara dengan, atau hasil permintaan konfirmasi dari manusia sumber yang terkait dan yang berkompeten, serta kutipan dari suatu sumber referensi yang terkait dengan faktanya. Dengan begitu, sajian Berita Langsung itu menjadi lebih komprehensif, menjelaskan topik utama lebih mendalam. 
Dari aspek isi dan penyajiannya, Berita Langsung dapat dikembangkan dalam bentuk interpretative news, apabila dalam penyajian berita tersebut ada unsur interpretasinya. Oleh karena sifatnya interpretatif, terasa ada opini wartawan penulisnya yang masuk. Namun, opini tersebut masuk secara halus, yang sering disebut fact and idea, fakta dan gagasan. Interpretative news dalam berita olahraga, misalnya, terasa secara halus masuknya opini wartawan saat ia melukiskan suasana peristiwa/kegiatan olahraga yang ditulisnya. Berita Langsung juga dapat dikembangkan dalam bentuk investigative news, apabila fakta yang dilaporkan, digali melalui penelusuran dan penelitian. Bukan hanya objek dan subjek berita, tetapi disajikan pula latar belakangnya, keterkaitan antara fakta yang satu dan fakta lainnya. Investigative news dalam berita kriminal, misalnya, dapat memberi informasi tambahan kepada pihak kepolisian dalam upayanya mengungkap siapa pelaku, atau apa motivasinya, suatu kasus kriminal.
Berita Langsung yang disajikan secara mendalam dan mendetail, disebut in-depth news. Oleh karena sifatnya yang mendalam dan mendetail, in-depth news dapat juga disajikan secara berseri.
Dalam penulisan karya jurnalistik mutakhir, penyajian fakta primer, sekunder dan tersier itu berbaur, saling melengkapi. Apalagi, jika laporan tersebut bersifat mendalam dan mendetail. Betapa terasa kering sebuah laporan jurnalistik, jika hanya mengandalkan fakta-fakta telanjang, fakta-fakta primer. Dalam kaitan ini terasa pentingnya tiap wartawan dan penulis media massa umumnya memiliki dokumentasi data dan beragam sumber referensi.
Penyajian fakta primer secara telanjang dan secara singkat dapat dijumpai dalam Berita Singkat (brief news). Sedangkan berita berupa foto saja yang disertai keterangan foto, sering disebut Berita Foto. Dalam Berita Langsung, masuknya opini wartawan tidak boleh kebablasan. Biasanya opini itu secara halus terasa masuk saat wartawan melukiskan suatu suasana kejadian. Tercela bagi seorang wartawan yang melakukan praktik pemelintiran fakta yakni memasukkan pendapat pribadinya seolah-olah pendapat itu adalah pendapat narasumbernya. Wartawan perlu menjaga jarak, mana fakta dan mana opini. Jika ingin memasukkan opini pribadi sepuas hati dalam karya jurnalistik, tulislah Artikel, bukan dalam Berita Langsung. Opini juga dapat masuk secara leluasa dalam penulisan Tajuk Rencana atau Editorial; opini tersebut merupakan opini penerbit/redaksi media massa pers yang bersangkutan.
Salah satu ciri karya jurnalistik ragam Artikel adalah masuknya pendapat dan pendirian penulis ke dalamnya. Pendapat dan pendirian itu ditulis secara komprehensif, berdasarkan studi literatur atau hasil observasi, atau rangkuman pendapat tentang masalah yang dijadikan tema atau topik tulisan, dan disertai pemecahannya sebagai hasil pemikiran yang mendalam. Ragam Artikel meliputi Artikel Feature, Artikel Penyuluhan, Artikel Opini, Kolom, dan Tajuk Rencana.
Dalam Tajuk Rencana, pendapat dan pendirian penulis yang masuk ke dalamnya merupakan refleksi pendapat dan pendirian penerbit atau redaksi media massa yang bersangkutan; bukan opini pribadi, tetapi opini institusi. Dari aspek ragamnya, selain Berita Langsung, juga dikenal Berita Ringan (soft news) dan Berita Kisah (feature). Dalam kedua ragam jurnalistik ini wartawan tidak cukup melaporkan fakta-fakta yang ada di lapisan permukaan dari suatu kejadian atau suatu permasalahan, yang langsung dapat ditangkap pancaindera. Ia menggali fakta-fakta sekunder di balik fakta primer itu. Di situ terbuka untuk ia temukan fakta-fakta eksklusif, yang mungkin tidak ditemukan wartawan lain, atau fakta-fakta yang kental nilai human interest-nya.
Pengertian "ringan" dalam ragam Berita Ringan bukan berarti tidak berbobot; tetap berbobot, tetapi fakta yang diutamakan atau ditonjolkan dalam sajian Berita Ringan adalah fakta-fakta yang tergali di balik fakta primer, yakni fakta sekunder. Dalam penggalian fakta sekunder ini diperlukan wartawan yang memiliki "indera keenam", dalam pengertian memiliki kejelian dan kreativitas, memiliki sens of news. Apabila Berita Ringan ini dikembangkan, dengan menekankan pada isinya unsur santai dan mengedepankan secara kental warna human interest, dapat menjadi ragam Berita Kisah. Jika Berita Langsung dan Berita Ringan lebih bertujuan "melaporkan fakta" atau "mengabarkan berita", Berita Kisah lebih "menerangkan fakta", yang mungkin sekali fakta itu sudah menjadi pengetahuan umum pembaca; ragam penulisannya "teknik mengisahkan sebuah cerita"; melukis gambar dengan kata-kata, menghidupkan imajinasi pembaca, pendengar atau pemirsa, menarik mereka agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama. Namun, harus tetap diingat, materi Berita Kisah tetap mengacu pada fakta; harus faktual, bukan imajiner; tetap nonfiktif bukan fiktif. Walaupun sering disebut sebagai “cerita pendek”-nya karya jurnalistik, namun Berita Kisah tetap karya jurnalistik, bukan karya sastra. Karya sastra dapat menampilkan fakta imijinatif, fiktif. Berbeda dengan in-depth news yang penyajiannya dapat dilakukan secara berseri, maka Berita Kisah, Berita Ringan, maupun Berita Langsung umumnya, disajikan sekali selesai.Berita Kisah (Feature) menurut isinya meliputi Feature Berita, Feature Artikel, Feature Biografi, Feature Ilmiah, Feature Perjalanan, dan Feature Sejarah.
Fakta primer sering termakan lebih dahulu oleh surat kabar harian, televisi atau radio, karena sifatnya yang harus segera diketahui pembaca, pemirsa, dan pendengar. Oleh karenanya, wartawan majalah mingguan, apalagi setengah bulanan dan bulanan, lebih mengosentrasikan perhatiannya pada penulisan Berita Ringan dan Berita Kisah, yang isinya tidak gampang basi ditelan waktu.
 
Contoh kasus dalam memahami ragam muatan media massa:
1. Dalam pemberitaan koran Kompas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melantik Jaksa Agung yang baru, Basrief Arief, menggantikan posisi Hendarman Supandji” Jumat (26/11/2010). Tema dari judul berita di atas berdasarkan fakta dan realitas bahwa Jaksa Agung  sekarang sudah diganti oleh Basrief Arief, dalam muatan berita tersebut politik sangat penting untuk menegakan sebuah hukum di Indonesia. Dalam Berita tersebut seiring dengan isu-isu yang beredar bahwa perpolitikan di Indonesia sangat lemah, diharapkan dengan jaksa agung yang baru maka politk di Indonesia bisa di tegakan serta hukumpun semakin tegas, Pelantikan Jaksa agung ini menjadi alat ukur yang baru dalam penegakan hukum bersama polri dan KPK, dalam muatan berita diatas muatan dari aspek hukum sangat berpengaruh yaitu dapat mengakamn hukum yang benar serta dapat menerapkan perpolitikan di Indonesia dengan menekan jumlah kriminalitas di Indonesia untuk kepentingan Sosial atau masysrakat luas.

       2. Pada pemberitaan di TVONE tentang makelar politik “Gayus, yang terbang ke Bali dalam masa tahananya”. Dalam pemberitaan Televisi tersebut temanya sangat menarik untuk diketahui masyarakat luas, karena seorang tahanan brimob yang bisa jalan-jalan dengan keluarganya ke Bali, sesuatu yang aneh dan perlu di ketehaui oleh masyarakat lemahnya hokum di Indonesia, sehingga mudahnya Gayus keluar dari tahanan dan jalan-jalan ke Bali. Menurut Isu yang beredar bahwa Gayus jalan-jalan dengan ijin namun, isu ini menjadi sebuah fakta, ketika foto gayus tertangkap kamera dan pengakuan gayus sendiri, dari Isu tersebut makan Pemberitaaan Gayus yang kabur dari  tahanan adalah benar. Dalam  pemberiataan Gayus tersebut terdapat muatan-muatan politiknya karena terjadi lemahnya hukum karena factor penyuapan, serta muatana pidana, yaitu seorang tahanan bisa ijin untuk jalan-jalan dengan keluarganya. Dari pemberiatan tersebut maka muatan mediamassa dari aspek hukum,politik dan pidana.

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis komentar yang sopan yaa dan yang sifatnya membangun..