Rabu, 18 April 2012 | By: Ramdhan Wijaya Pamungkas

Analisis Tajuk Rencana


“Cap sebagai negara terkorup belum juga menjauh dari Indonesia. Padahal perang total terhadap korupsi di negeri ini terus saja dikumandangkan. Toh korupsi tetap saja menggurita. Persepsi tentang negara terkorup pun tidak kunjung terkikis dari benak para pelaku bisnis internasional. Hasil survei terbaru Political and Economic Risk Consultancy (PERC) awal pekan ini menegaskan hal itu hal itu. PERC menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dari 16 negara se-Asia Pasifik. Indonesia terkorup dengan skor 8,32 atau lebih buruk dibandingkan Thailand (7,63). Negara yang paling bersih dari korupsi adalah Singapura dengan skor 1,07. Fakta itu jelas bakal menambah suram wajah investasi di negeri ini. Suram karena survei sebelumnya yang dilakukan Bank Dunia dan International Financial Corporation (IFC) menunjukkan posisi Indonesia dalam hal kemudahan berinvestasi tergolong paling rendah di Asia Tenggara(Editorial Harian Media Indonesia, 12 Maret 2010).
Petikan deskripsi tentang kasus korupsi tersebut yang diambil dari Tajuk Rencana atau Editorial Harian Media Indonesia, 12 Maret 2010 No.10617 Tahun XLI. Sekilas kasus tersebut mencerminkan korupsi di Indonesia tergolong parah dan bisa dikatakan sebagai penyakit kronis. Bagaimana tidak, sebagai negara besar berdaulat kita kalah prestasi positif (indeks korupsi dan investasi ekonomi) dengan negara sekecil Singapura. Melalui ketajaman penanya, media massa diharapkan menjadi anjing penjaga (watchdog) terhadap berbagai praksis sosial termasuk upaya pemberantasan korupsi. Bukan hanya sebagai anjing penjaga (watchdog) atau pengawas sosial, namun juga sebagai media korelasi dan sosialisasi sosial. Media juga dianggap memiliki pengaruh kuat sampai batas tertentu terhadap pembentukan opini publik.

Gagasan jurnalisme publik adalah menyuplai berita dan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, supaya mereka bisa memenuhi kewajiban sebagai rakyat untuk membuat keputusan-keputusan di dalam wilayah demokratis.Langkah utama jurnalisme publik adalah mengumpulkan masyarakat untuk membicarakan masalah-masalah kebijakan sosial dan menyalurkan pendapat mereka melalui televisi, radio, media internet, dan media cetak. Tingginya tingkat keterlibatan masyarakat modern dengan teknologi dan media massa telah menjadikan misi ini terlaksana cukup baik. Kita bisa melihat berbagai media massa, khususnya radio, televisi, dan media internet, menyediakan acara dan program-program yang melibatkan pemirsa dalam membahas berbagai isu. Biasanya pemirsa dipersilakan mengikuti acara langsung di studio atau melalui telepon dan sms, kemudian menyampaikan tanggapan yang dibicarakan lebih lanjut. Dalam The Roots of Civic Journalism (Akar-akar Jurnalisme Publik), David K. Perry menjelaskan prinsip-prinsip dasar jurnalisme publik, yaitu:
  • Mencoba menempatkan surat kabar dan para jurnalis sebagai partisipan aktif di dalam kehidupan komunitas, bukan sebagai penonton yang terpisah.
  • Menjadikan surat kabar sebagai forum untuk mendiskusikan masalah-masalah komunitas.
  • Mengutamakan isu-isu, peristiwa-peristiwa, dan masalah-masalah yang penting bagi khalayak ramai.
  • Mempertimbangkan opini publik melalui proses diskusi dan debat bersama anggota-anggota komunitas.
  • Berusaha menjadikan jurnalisme sebagai kekuatan sosial.
Seperti dalam elemen jurnalistik Bill Kovach yakni jurnalisme sebagai forum publik, Kovach dan Rosenstiel berpendapat jurnalisme yang mengakomodasi debat publik harus dibedakan dengan “jurnalisme semu,” yang mengadakan debat secara artifisial dengan tujuan menghibur atau melakukan provokasi. Media hendaknya menjadi forum publik bagi masyarakat Indonesia dalam menyambung aspirasi rakyat. Media massa dapat bekerja sama dengan berbagai pihak yang peduli terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi yang ada di indonesia. Hal ini selaras dengan sistem tanggung jawab sosial (social responbility system) yang dianut pers di Indonesia. Bahwa media harus mengemban tugas dan tanggung jawab sosial dan bila tidak suatu pihak harus memaksanya (Severin dan Tankard, 2005). Ini dapat dimaknai keterlibatan kalangan media dalam pemberantasan korupsi sudah merupakan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat.
Keterlibatan media dalam upaya pemberantasan korupsi bukan sekadar tuntutan profesionalitas kerja. Lebih dari itu adalah suatu kewajiban moral kepada masyarakat. Keterlibatan jurnalisme pada pemberantasan korupsi adalah wujud penghambaan kepada Tuhan karena didalamnya ada ikhtiar menegakkan kebenaran dan menggulung kebatilan.
   
 Daftar bacaan
Kovach, Bill dan Rosenstiel, Tom. 2001. Sembilan Elemen Jurnalisme : Apa yang Seharusnya diketahui Wartawan dan diharapkan Publik. Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Pantau bekerja sama dengan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) dan Kedutaan Besar Amerika Serikat.
HALIM, syaiful  GADO-GADO sang jurnalis: rundown WARTAWAN ECEK-ECEK
www.AnneAhira.com

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis komentar yang sopan yaa dan yang sifatnya membangun..